Ilustrasi oleh Free-Photos |
Sepak bola telah bertransformasi bukan
sekadar olahraga semata, tetapi telah menjadi sebuah gaya hidup. Ketika
berbicara bola, tidak lagi melulu soal strategi pelatih, kecepatan berlari
pemain, atau skor pertandingan, namun kita berbicara tentang ekonomi, politik,
dan berbagai kepentingan di dalamnya.
Industri sepak bola menjadi magnet
tersendiri bagi masyarakat. Bagaimana ketampanan paras lebih sering diperbincangkan,
terutama oleh wanita, ketimbang gaya bermainnya di lapangan. Tidak heran,
banyak atlet sepak bola yang juga merambah ke industri hiburan. Lalu, bagaimana
pesepakbola di luar lapangan lebih sering diberitakan daripada performanya
kemarin malam.
Sayangnya, akibat wabah yang melanda
seluruh pertandingan sepak bola, terutama di tanah eropa harus dihentikan
sementara. Akibatnya, para penggemar sejati harus berpuasa melihat klub
kesayangannya bertanding memperebutkan gelar.
Lambat laun, sejumlah federasi sepak bola
di eropa telah mengambil keputusan untuk menuntaskan liga meski menyisakan
jadwal pertandingan. Seperti liga Belgia dan Prancis yang memberhentikan liga
dan memberikan juara sesuai klasemen terakhir. Ada pun federasi Belanda yang
menuntaskan liga tanpa memberikan gelar dan degradasi ataupun promosi kepada
seluruh klub.
Sementara liga populer lainnya, Inggris,
Italia, dan Jerman, akan mempertimbangkan untuk meneruskan laga dan kini tengah
melonggarkan pembatasan dengan memperbolehkan berlatih kembali. Tidak sedikit
dari klub yang berada di liga tersebut menginginkan pertandingan dilanjutkan,
namun tidak sedikit pula yang ingin dihentikan dengan alasan kesehatan.
Maju Mundur Liga, Untung-Rugi Siapa?
Pro kontra atas keputusan dilanjutkan
atau tidaknya liga tidak terlepas dari sengitnya persaingan di beberapa
kompetisi populer eropa. Katakanlah liga Italia di mana terdapat tiga klub,
Juventus, Inter Milan, dan Lazio, yang tengah bersaing memperebutkan gelar
juara dengan selisih yang tipis.
Selanjutnya liga Inggris, meskipun
perebutan gelar juara tidak terlalu panas kali ini karena pemuncak klasemen,
Liverpool. yang mengantongi poin jauh di atas peringkat kedua, Manchester City.
Namun, gelar juara tahun ini harus didapatkan demi menuntaskan puasa gelar
selama 30 tahun.
Lantas apakah maju mundur liga hanya
merugikan klub dalam penentuan juara liga? Mari kita kupas untung-rugi berbagai
pihak jika liga terpaksa diberhentikan atau dilanjutkan kembali.
Dari sisi penggemar, tentu amat
menyakitkan jika klub kesayangan batal meraih gelar juara. Apalagi macam
Liverpool dan Lazio yang jarang-jarang juara. Melihat dari usahanya sepanjang
tiga per empat musim ini, tentu tidak adil jika liga harus berhenti apalagi
tanpa juara. Namun,apabila laga dilanjutkan pun sudah pasti digelar tanpa
penonton dan euforia juara terasa hambar. Dilema.
Sepak bola adalah olahraga yang menuntut
kontak fisik secara intens, para pemain bola yang terlibat di lapangan pun akan
dilanda kekhawatiran apabila laga kembali bergulir. Masalahnya, virus corona
kali ini sulit dideteksi karena ada yang bergejala dan tidak. Mereka juga
memiliki kecemasan akan menularkan virus kepada keluarga di rumah usai merumput
nanti.
Memakai masker selama pertandingan pun
bukanlah solusi yang mudah. Masker tentu akan menghambat pernafasan sehingga
para pemain lebih cepat kelelahan. Pertimbangan lain, masker tentu akan cepat
basah akibat keringat yang bercucuran. Tentu hal tersebut akan mengganggu
kenyamanan dan performa dari pemain.
Bagi pemilik modal melanjutkan liga tentu
harus dilakukan agar uang dapat berputar kembali. Bukan rahasia umum lagi jika
industri sepak bola amat menggiurkan. Banyak konglomerat yang tidak segan
membeli klub dan menggelontorkan sejumlah uangnya untuk berinvestasi dan
prestise.
Apalagi liga Inggris terkenal sebagai
liga dengan sirkulasi uang yang besar. Mulai dari hak siar, komersil, iklan,
sampai sponsor. Dilansir dari Tirto.id, musim ini uang yang dikeluarkan untuk
proses transfer pemain saja mencapai £1,41 miliar. Angka yang fantastis bukan?
Sementara untuk hak siar, Sky Sports dan
BT Sports menggelontorkan dana £4.464 miliar untuk mendapatkan hak siar
eksklusif lima pertandingan per pekan selama tiga musim seperti yang
diberitakan Berita Satu. Perputaran cuan tersebut tentu sangat
disayangkan apabila liga harus berhenti. Yah, mereka sih, para pemilik modal,
enak hanya ongkang-ongkang di rumah tanpa peduli terkena virus.
Selanjutnya, tentu saja para bandar judi
yang meradang apabila bisnisnya terganggu. Mereka pasti mengharapkan laga tetap
berlanjut supaya sirkulasi uang haram tetap berlanjut. Bisnis gelap ini memang
bukanlah hal tabu lagi di dalam dunia sepak bola. Mulai dari taraf
kecil-kecilan antarpelajar hingga para pejudi kelas kakap di luar sana.
Lagi-lagi mereka kan tinggal ongkang-ongkang di balik layar, memasang taruhan
beserta maharnya, tanpa adu fisik di lapangan secara langsung. Masa bodoh
dengan masalah kesehatan, yang penting cuan.
Terakhir, jika kompetisi bergulir
kembali, bagaimana ya para pemain melakukan selebrasi di lapangan? Akankah muncul
gaya selebrasi baru atau tidak selebrasi sama sekali.