Salahkah Mengikuti Tren? Sekilas Bandwagon Effect


Bandwagon Effect
Ilustrasi oleh Rakyat Rukun

Membahas makhluk bumi yang satu ini memang tidak pernah ada habisnya. Ribuan penelitian pun tidak sanggup meliputi keseluruhan pola perilaku manusia. Dari masa lampau hingga kontemporer. Pengetahuan manusia kian bergerak maju seiring dengan pengalaman dan rintangan yang pernah dilalui.

Berbicara mengenai perilaku manusia, ada satu perilaku yang sedikit banyaknya membuatku kesal, budaya ikut-ikutan atau Bandwagon Effect. Hanya karena banyak orang yang melakukan sesuatu, kita yang menyaksikan cenderung akan mengikutinya, baik dari perilaku, gaya, maupun cara berbicara. Biasanya efek ikut-ikutan ini dilakukan masyarakat terhadap sebuah tren. Diakui atau tidak, kita cenderung penasaran dengan kerumunan orang di pinggir jalan bukan?

Perumpamaan paling mudah ialah tren musik yang sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan. Dapat ditebak, genre musik yang sedang tren adalah musik religi. Pada saat tulisan ini dibuat pun, sedang viral lagu Aisyah Istri Rasulullah yang telah diaransemen ulang oleh banyak warganet. Tren lagu tersebut pun sempat merajai 13 besar tangga trending Youtube di Indonesia. Yah, mungkin warganet Indonesia memegang prinsip bisnis ATM -amati, tiru, dan modifikasi. (Tren Cover Berantai 'Aisyah Istri Rasulullah' Mencetak Sejarah Lagu Viral di Negara Ini)

Masifnya penggunaan media sosial makin membuat tekanan untuk mengikuti tren semakin besar. Ketakukan akan ‘kudet’ menghantui milenial pegiat media sosial. Apalagi kian populernya media sosial berbagi video yang berandil besar dalam penyebaran sebuah tren. Sehingga daya dorong untuk pengguna mengikuti sesuatu  semakin besar. Secara psikologis pun ada perasaan tidak nyaman ketika entitas tidak sama dengan yang lainnya. Bahkan seorang yang tidak senang sepak bola pun akan rela nonton bola ketika timnas Indonesia berlaga di ajang internasional, demi nasionalisme katanya. (Bandwagon Effect, Alasan Mengapa Kita Sering Mudah Ikut-ikutan Tren)

Manusia butuh pengakuan, demikian ia ingin diakui oleh kelompok sosial. Seakan ada sebuah legalisasi dalam sebuah lingkaran sosial yang menuntut kita untuk mengikuti ke mana arus bergerak. Bagi yang menerobos arus akan dijauhkan dan pada akhirnya membentuk kawanan mereka sendiri. Selain faktor pengakuan, manusia kini makin cerdas mencari jalan pintas. Panjat sosial salah satu caranya. Ibaratnya, mengikuti arus pada sebuah gelombang besar pasti akan cepat sampai tujuan daripada mendayung dengan tenaga sendiri.

Salah atau tidaknya mengikuti tren tergantung masing-masing pribadi menyikapinya. Tetapi tren tetaplah sama, ia cepat menyebar cepat pula menghilang. Tetap sabar teguhkan hati bila tidak senang. Jangan menyumpah serapah, tahan amarah. Sekencang apa pun badai, pasti akan berlalu.