Pengingat Alam Itu Bernama COVID-19

Ilustrasi oleh Syaibatulhamdi


“Indonesia kebal Corona karena suka makan nasi kucing,” begitu kelakarnya. Warga Indonesia memang gemar bergurau. Apalagi warganet, selalu saja dapat celah kelucuan dari kejadian yang menimpa. Namun, satu bulan berlalu dari kesendagurauan tersebut, lonjakan kasus positif Covid-19 kian menanjak curam. Kian hari berita dari juru bicara khusus pandemi itu belum kunjung membaik. Hingga tulisan ini dibuat, kasus positif di Indonesia telah mencapai dua ribu orang (kurang lebih). Semua elemen masyarakat mengimbau jurus ampuh mencegah virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (Sars-Cov-2).

Beragam kebijakan diambil pemerintah daerah dan pusat dalam menanggulangi musibah yang dulu mereka tertawakan. Pembatasan sosial diberlakukan demi memutus mata rantai penyebaran virus yang berasal dari Wuhan, Cina. Area publik ditutup sementara waktu, kegiatan yang melibatkan banyak orang dihentikan, sekolah dan kantor menerapkan Kerja Dari Rumah (WFH), bahkan ibadah pun dibatasi. Hasilnya, ekonomi lesu, jalan raya sepi, karena semuanya dilakukan serba dari rumah.

Bagaimana respon rakyat berplat nomor telepon +62? Acuh tak acuh. Bisa dilihat di pemberitaan tv nasional maupun media sosial, ada saja masyarakat yang masih membandel tidak mematuhi aturan. Namun, tetap saja warganet punya celah kelucuan dari perilaku tersebut. Beragam meme hadir ke permukaan, mungkin untuk mengurangi ketegangan atau memang tabiat warganet Indonesia seperti itu.

Sebagai mahasiswa, tentunya pandemi ini membuat perkuliahan terhambat. Kini semua dilakukan serba daring, mulai dari pembelajaran, tugas, administrasi, bahkan  ujian skripsi. Harapanku sih jangan sampai wisuda daring, karena momen sakral tersebut harus menghadirkan raga agar dapat diabadikan dengan keluarga dan sahabat. Beragam aplikasi yang memungkinkan sambungan jarak jauh mulai dipasang di gawai. Hal-hal daring tersebut terlihat menyenangkan awalnya, namun sebagai makhluk yang sangat membutuhkan sosialisasi, kegiatan daring tersebut membuat jenuh. Sebagian.

Virus ini layaknya alarm dari alam bahwa mereka membutuhkan istirahat. Berapa banyak aktivis lingkungan yang telah mengingatkan kita akan global warming, tetapi kita abai. Bandingkan berita mengenai kerusakan lingkungan dengan berita politik, mana porsi yang lebih besar? Manusia memang perlu disentil oleh sesuatu yang lebih besar darinya. Lalu, berapa banyak dari masyarakat, khususnya kaum pekerja, berada di rumah? Selama ini kita terlalu dibudakkan oleh korporat dan keluargalah korbannya. Kini, semua punya banyak waktu untuk dihabiskan di rumah. Yang terpenting, ternyata penting sekali untuk selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Cuci tangan, cuci tangan, dan cuci tangan. Frekuensi masyarakat cuci tangan meningkat drastis karena cara tersebut memang paling mudah dilakukan. Terakhir teruntuk kaum rebahan, olahraga ringan itu penting juga untuk kesehatan.

Dengan hadirnya pandemi ini, banyak pola hidup masyarakat yang berubah. Cuci tangan dengan sabun itu penting. Berapa banyak dari kita yang abai akan hal ini sebelum Covid-19 menyerang? Olahraga itu penting untuk menjaga imunitas. Satu hal yang membuatku kagum selama pandemi ini, semakin banyak masyarakat yang memakai sepeda ke mana-mana. Harapanku, setelah wabah ini berakhir akan terus dilanjutkan kebiasaan bersepedanya.

Namun, ku jumpai sebuah tulisan yang menyentil di sebuah media sosial. Ternyata di balik semua kegiatan pencegahan di atas, terdapat sebuah ironi. Ironi akan kesenjangan yang tipis sekali untuk dilihat. Pertama, anjuran untuk mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Apakah semua masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan cukup air bersih? Kedua, anjuran untuk tetap di rumah. Berapa banyak masyarakat yang belum mempunyai rumah? Lalu, bagaimana perekonomian mereka kalau untuk membuat dapur mengepul harus turun ke jalan. Mungkin yang terakhir, berapa banyak dari politikus yang mengambil kesempatan ini demi ego citranya? Batasan ini agaknya sukar dilihat mana politikus yang tulus, karena tingkat kepercayaan terhadap wakil rakyat tersebut sudah rendah sih. Yah pokoknya sih, itu sedikit yang kuingat.

Komentar