Ilustrasi oleh Gerd Altmann |
Kini keluarga mungkin ada di urutan ke-2
dalam daftar harta yang paling berharga. Pertama? Tentunya data pribadi kita.
Data menjadi aset yang berharga karena informasi mengenai alamat, kontak, kebiasaan
konsumen, dan segala aktivitas di ruang siber terekam dengan apik, sekali kita
mengijinkan alamat surel terdaftar di sebuah situs. Biasanya, halaman kebijakan
pengguna abai untuk kita baca karena panjang sekali.
Padahal di sanalah letak celah-celah yang
mungkin dimasukkan sebuah perusahaan kepada data pribadi kita digunakan. Pernahkan
ketika Anda mengetik sesuatu di mesin pencari, lantas halaman media sosial
dipenuhi oleh iklan yang relevan dengan apa yang anda telah cari. Seperti pengalamanku,
ketika mencari ‘kamera mirrorless murah’ di mesin pencari, maka halaman media
sosialku dipenuhi oleh iklan kamera.
Data yang sering bocor
Tentu masih segar diingatan ketika sebuah
perusahaan terkemuka yang ‘kebocoran’ data pengguna pada situsnya. Pada zaman serba digital ini, tentunya fatal sekali apabila
data-data pengguna bocor dan disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak baik. Apalagi, kerentanan data ini seringkali menghantui situs-situs yang sedang tren
dipakai warganet. Seperti yang diperingatkan oleh Google pada
aplikasi Zoom, di mana tengah banyak dipakai imbas dari karantina wilayah di
sejumlah daerah. Bahkan sejumlah negara membatasi ataupun melarang sepenuhnya
pemakaian aplikasi tersebut.
Jika ada waktu, coba ketikkan ‘jual
database nomor telepon’ di mesin pencari. Maka ratusan halaman penjual data
akan tersedia. Paket yang ditawarkan pun bermacam-macam, ratusan ribu hingga
jutaan rupiah. Entah itu menipu atau memang ia betul-betul punya data kita.
Seringkah kita mendapat spam SMS dari nomer tidak dikenal yang
menawarkan produk? Mungkin itu dari salah satu pembeli data. Hukum di Indonesia
sebenarnya sudah mengatur itu semua, namun para penjahat itu tampaknya lebih cerdik dari pemerintah.
Apa yang ada dibenakku adalah tidak ada
privasi yang benar-benar aman di dunia maya. Segala tindak-tanduk kita
terdeteksi di internet, tidak tahu ya apabila pakai VPN. Tidak menyebarkan
informasi yang sensitif, semisal data finansial, dan mengurangi penggunaan internet
adalah cara paling baik yang bisa dilakukan saat ini. Apakah mungkin kita akan kembali
menggunakan merpati untuk berkomunikasi?