DBF #3 – Orkestra Klakson

City of Urbanization
dok. pribadi
Orang bilang musik merupakan bahasa universal, aku pun mengamini. Bunyi-bunyi yang dilantunkan pemusik memang dapat dinikmati siapapun bagi yang menyukainya. Tetapi pemusik yang satu ini terkadang bikin jengkel. Yaitu, musikus yang memainkan alat musik elektronik yang tersemat di kendaraannya, klakson. Entah genre apa yang dimainkan maestro itu, tapi aku kesal dibuatnya.

Klakson merupakan media penyalur emosi bagi pemiliknya. Semakin keras dan panjang bunyinya berbanding lurus lah dengan naik pitamnya. Jika sudah begitu pilihannya sih dua, membalasnya atau hanya mengelus dada. Rata-rata, kalau klaksonnya terbalaskan beberapa pengemudi lain pun bersorak sorai meramaikan orkestra tersebut.

Bagi yang mengelus dada, sebisa mungkin dada yang dielus adalah miliknya sendiri, jangan punya orang lain. Selain bisa terkena pidana, bogem mentah pun siap melayang dari masyarakat yang terkadung emosi akan kemacetan yang mengular.

Tetapi, klakson kadangkala dapat berguna sebagai alat komunikasi. Sering ku jumpai seseorang yang menyapa kenalannya dengan membunyikan pendek klaksonnya sambil menganggukkan kepala atau melambaikan tangan. Mungkin ini cara sopan ketika lewat depan tetangga atau sebagai ganti “permisi” ketika di jalan.

Pada momen tersebut, meski dari jauh, ku keluarkan gawai dan memotretnya. Meskipun harus dipoles sana-sini, yah ini lah hasilnya. Begitulah ceritanya.

Komentar