Korupsi di Level Bawah, Kisahku Perpanjang STNK

Ilustrasi oleh indonesia.go.id


Tahun 2019 bagiku bukan gimik ganti presiden, tetapi saatnya ganti STNK. Tidak terasa sudah lima tahun lamanya ku memiliki sepeda motor Smash. Artinya plat nomor kendaraanku telah kedaluwarsa. Sebagai warga negara yang taat, kewajiban pemilik kendaraan ialah membayar pajak tahunan dan memperbarui stnk lima tahunan.

Ketika memasuki bulan Oktober langsung saja diriku menghampiri samsat tempat kendaraanku berada, Ciputat. Jangan lupa membawa persyaratan ketika memperpanjang STNK. Yaitu:
  1. STNK asli-fotokopi
  2. BPKB asli-fotokopi
  3. KTP pemilik kendaraan asli-fotokopi

Kemudian masukkan semuanya ke dalam satu map. Saranku sih lebih baik fotokopi di luar saja jangan di samsatnya, karena biasanya ramai sekali dan memakan waktu yang lama.

Setelah itu, bawa map dan kendaraan ke tempat cek fisik. Namanya saja cek fisik, tetapi yang diperiksa hanya nomor rangka kendaraan, dikenal dengan sebutan gesek nomor rangka karena memakai kertas khusus dari samsatnya dan pensil (layaknya kita menggesek koin saja ketika kecil).

Di samsatku berada, anehnya setelah cek fisik tersebut lalu kita diarahkan ke ruangan tertutup untuk mengambil hasil cek fisik tadi lalu diminta uang sebesar Rp 30.000 tanpa kwitansi. Hal yang aneh menurutku untuk sebuah instansi pemerintahan tanpa bukti pembayaran. Nampak ada permainan di sana yang tidak terendus. Yah sudahlah, untuk mempercepat waktu langsung saja ku menuju loket TU polri.

Di loket tersebut hasil cek fisik tadi distempel seraya menanyakan kepadaku apakah ada BPKB atau tidak. Ku jawab saja: Ada. Lalu ia menyarankanku untuk ke atas, tempat pengambilan antrian untuk membayar pajak tahunan dan penggantian STNK lima tahunan. Setelah mendapat nomor antrian, ternyata ada dua lapis antrian yang harus ditunggu. Pertama, antrian klarifikasi BPKB, entah namanya apa tetapi di sana ditanyakan BPKB asli. Kedua, antrian pembayaran pajak kendaraan. Sekadar informasi, denda dijatuhkan kepada pembayar pajak ketika terlambat membayar tiga hari setelah jatuh tempo.

Bayar pajak selesai, kemudian menunggu dipanggil kembali untuk mengambil lembar pajak dan STNK yang baru. Namun, ketika proses menunggu tersebut ada kejanggalan yang terjadi. Sebuah ibu-ibu sosialita, terlihat dari setelan pakaiannya, dan anaknya menghampiri loket tempat ku menunggu panggilan tersebut. Karena posisiku yang dekat dengan loket itu, jadi percakapan mereka sayup-sayup dapat kudengar. 

Intinya adalah ibu tadi meminta “dibantu” oleh polisi yang berjaga. Hampir dapat tertebak adegan selanjutnya ialah ibu tersebut dipersilakan masuk ke ruangan sembari menyerahkan berkas yang seharusnya melewati proses-proses yang telah ku sebutkan tadi terlebih dahulu. Benar saja, namaku belum disebut tetapi berkasnya sudah langsung jadi. Ku lihat orang-orang sekitar, tampak sudah memaklumi adegan yang terpampang jelas tersebut. Seakan sudah lazim terjadi sejak dulu. Ku minta pendapat orang disebelahku, dia berkata: paling ada yang kenal. The power of Orang Dalem. Ah iya, ada larangan yang cukup aneh di dalam samsat tersebut, yaitu dilarang merokok dan dilarang mengambil gambar.

Beberapa menit kemudian namaku dipanggil dan diminta untuk ke tempat pengambilan TNKB di lantai bawah. Sekitar sepuluh menit menunggu akhirnya selesai juga plat nomor baruku. Total waktu yang kuhabiskan di sana ialah:

Datang: 08.00
Selesai: 10.30

Total waktu kira-kira 2 jam setengah. Mungkin bisa lebih cepat seandainya aku membawa map dari rumah. Jadi, persiapkan dari awal syarat-syarat tersebut, lebih baik membawa air dan makanan ringan untuk mengganjal perut serta jangan sampai ada yang terlupa. (shr)