Lokasi tes psikologi di Satpas SIM Daan Mogot, Jakarta Barat. Sumber: Kompas.com |
Polda Metro Jaya akan memberlakukan tes psikologi
bagi pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM), baik buat baru maupun perpanjang masa
berlaku. Hal itu akan diberlakukan mulai tanggal 25 Juni 2018. Tes psikologi
yang akan diterapkan berjumlah 24 soal bagi pemohon SIM baru, dan 18 soal untuk
masyarakat yang memperpanjang SIM. Kenapa berbeda?
"Kenapa perpanjangan lebih
sedikit? Kalau secara logika dia sudah pernah berada di lapangan mengendarai
kendaraan. Ini kita refresh saja apakah yang bersangkutan masih sesuai
standar Perkap," ucap Adi Sasongko, Psikolog dari Biro Psikologi yang
ditunjuk kepolisian untuk melakukan pengujian tersebut. (Kompas.com 22/6/18)
Total 15 menit waktu yang diberikan
untuk mengerjakan seluruh soalnya. Aspek yang akan diujikan berupa uji
konsentrasi, ketahanan kerja, kecermatan, pengendalian diri, dan stabilitas
emosi. Ini sesuai dengan komponen kesehatan rohani menurut Peraturan Kapolri
Nomor 9 Tahun 2012 tentang SIM, pasal 36. Dalam melaksanakan kebijakan ini,
pihak kepolisian sudah menyiapkan 30 titik tempat ujian yang berada di wilayah
Polda Metro Jaya, yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang, terkecuali Bogor.
Apakah ujian ini gratis? Tentu tidak.
Toilet saja bayar kok. Tarif untuk melakukan tes psikologi ini adalah 35 ribu
rupiah. Sudah ditebak, kebijakan baru ini tidak terlepas dari UUD
(ujung-ujungnya duit). Kenapa sih UUD ini tidak pernah direvisi. Prasangka baik
aja sih, mungkin biaya ini untuk pemeliharaan komputer yang digunakan untuk
ujian. Ya, ujian ini komputerisasi.
Menurut gua, kebijakan ini jelas ada
baik buruknya sih. Apalagi tahun depan gua harus perpanjang SIM, huh. Baiknya dulu, kemampuan EQ pengemudi akan diketahui sejauh
mana dalam pengendalian emosinya. Bisa saja dia temperamental kan, kesenggol
spionnya marah, tidak sabaran menunggu lampu merah, atau kebut sana kebut sini.
Sehingga bisa ditunda dulu lisensinya, sampai bisa mengendalikan itu semua. Karena
jika gagal, akan ada kesempatan mengulang. Seperti kata Bapak Adi di atas.
"Nanti sebelum mengulang kita
beri penjelasan dan menerangkan kenapa mereka gagal. Kita beri edukasi, apa
yang seharusnya dilakukan. Mengingatkan lagi." (Kompas.com 22/6/18)
Tetapi selama para calo-calo kampret
itu masih ada, tidak masalah berapa lapis ujian yang dihadapi. Money can do
everything. Balik lagi deh.
Sekarang buruknya nih. Pertama, biaya lagi. Kedua, bagi sebagian
masyarakat yang malas atau tidak punya waktu pasti akan menggunakan jasa calo
deh, percaya. Apalagi 15 menit itu terhitung lama loh untuk satu orang. Bukan ujiannya
yang lama, antrinya. Ketiga, emosi orang terkadang tidak bisa ditebak. Mudah-mudahan
sih ujiannya bisa mengatasi orang yang labil, apalagi perempuan PMS.
Saran gua sih, yang kurang dari ujian SIM di Indonesia yaitu
pendidikan pra ujian. Serius. Kalian pernah tidak diberikan pendidikan
mengemudi oleh instansi resmi? Paling hanya diajari orang tua, teman, atau
otodidak. Berkembang sesuai keadaan lapangan. Tiba-tiba kalian diharuskan
memiliki lisensi kan untuk mengemudi. Padahal, ijazah saja baru didapat setelah
kalian menempuh pendidikan di sekolah. Setidaknya berikan lah dulu edukasi
tentang mengemudi ini pada jenjang sekolah mengengah atas, kelas tiga, rerata
kan sudah punya KTP. Satu atau dua minggu sekali cukup kok, selama beberapa
bulan. Dikenalkan dengan rambu-rambu lalu lintas, diajari cara membaca peta
(penting loh ini, digital atau pun manual), dan fungsi standar dari tiap
komponen kendaraan serta cara merawatnya.
Sudah ya. Itu unek-unek gua. Dah.
Referensi:
Komentar
Posting Komentar